Kamis, 16 Juni 2011

CINTAI SAHABAT


Hadiah Seumur Hidup,
Mengenang
Oleh : Wid Raihannah

“Aku akan selalu bersamamu”, kata ini yang menjadi penguat dalam hari-hariku. Kebersamaanku dengannya.
Aku berhubungan dengannya sudah sejak lama, mulai dari aku pertama kali berpindah rumah ke daerah di mana ia tinggal, Pontianak.
Uray, aku memanggilnya. Aku merasa aku akrab memanggil dengan nama itu. Aku merasa semakin sayang padanya. Tidak ada yang bisa mengisi hari-hariku, keculai bayang-banyangnya saat ini, di hari ulangku. Aku seperti merasa dia hadir di depanku, setiap kali aku membayangkan saat-saat bersamanya. Hal yang paling teringat di saat aku bersamanya adalah……….
“Tik! Tik! Ajarkan!?” pintanya padaku, sambil menunjukkan soal-soal  di buku tulisnya. “Aku masih belum mengerti apa yang telah dijelaskan tadi, Miranti ngertikan?” paksanya dengan memohon agar aku mau menjelaskan ulang untuknya.
“Aku ngerti, apa yang dimaksud bapak tadi. Tapi, aku juga ndak bisa jelaskan sekarang sama kamu, Ray. Aku mau keluar dulu. Nur udah nunggu aku dari tadi di depan tuh,” jelasku sambil berdiri dari tempat duduk dan membereskan buku-buku pelajaran.
Nur merupakan siswa kelas VIII B, sedang aku kelas VIII A. Dia adalah teman akrabku sejak SD dulu. Hingga SMP kini pun, aku bersamanya lagi. Dia termasuk sahabatku yang selalu menemaniku setiap kali berangkat dan pulang sekolah, meskipun dengan bersepeda. Hujan panas bersama.
“Ya sudah lah, nanti saja. Aku pun akan ke kantin, mau sama-sama ndak?” ajaknya padaku mengalihkan pembicaraan sebelumnya. “Aku ndak ada teman yang mau ke sana, Hami dan Adit sudah pergi duluan, karena mereka belum sarapan katanya. Makanya mereka buru-buru ke kantin setelah bunyi lonceng istirahat tadi, gimana, mau Tik?” ajaknya lagi.
Ayolah! Kita berangkat sama-sama ke kantinnya. Tapi kamu mau ke kantin yang mana dulu? Kalau aku dan Nur sudah berjanji, untuk hari ini mau sarapan di kantin Ibu Joko. Karena kemaren sudah ke kantin Bu Umi, seperti biasa, kita bergantian memutar rezeki pedagang, biar adil. Gimana, kamu hari ini ke kantin mana?” tanyaku panjang padanya.
“Cepatlah Mir!” panggil Nur dari belakang daun pintu sebelah kiri kelasnya.
Ya, Nur, sebentar. Aku mau beres-beres meja dulu” jawabku sedikit dengan nada lebih keras, sambil menoleh ke arah pintu, Nur bersuara.
Gimana Ray? Mau ikut kami apa ndak? Ya sudahlah, kalau tidak jadi mau sama-sama kami. Kami sudah buru-buru, nanti keburu bel masuk berbunyi. Kita ndak sempat sarapan seperti Hami dan Adit. Ayolah!” ajakku memaksanya.
“Ya sudah lah kalau begitu, aku tidak jadi saja ke kantinnya. Biar aku di kelas saja, bersama-sama teman yang lainnya. Aku mau mencoba memahami kembali apa bapak jelaskan tadi. Biar aku tanya pada teman yang masih di kelas saja. Barangkali mereka lebih paham dariku” urungnya dariku.
Aku keluar dulu yah, kasihan Nur udah nunggu dari tadi” kataku dengan tergesa-gesa, sambil keluar kelas.
Pada saat itu, aku merasakan ada sikap yang berbeda pada Uray, tidak seperti biasanya. Dia kelihatan seperti ingin mendekatiku terus. Seolah ingin mencari perhatianku. Aku juga melihat raut wajah kurang semangat dalam dirinya. Rasa ini aku rasakan setelah aku tiba di rumah, sepulang sekolah.
Kring! Kring! Kring!” dering telepon dari ruang tengah rumahku. Aku segera ke arah bunyi, dan segera mengangkatnya.
Tik! Aku boleh ke rumahmu tidak, sore ini” sambarnya tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Seperti orang yang sudah dua menit lagi jam masuk sekolah. Sangat tergesa-gesa, sampai aku bingung menjawabnya.
Aku kenal suara itu. Karena dari seluruh teman-temanku, hanya dia yang memanggil namaku dengan panggilan ujungnya saja. Dia adalah Uray. Aku berfikir begitu. Aku diam sejenak, setelah permintaannya padaku tadi.
Ya, boleh, silahkan! Datangnya jam setengah empat saja yah!” ujarku padanya, tanpa kutanya siapa dia.
Baik, tunggu yah!” sedianya.
Setelah tiba waktu kedatangannya, aku menunggunya di ruang tengah sambil menonton film kartun sendirian. Agar tidak terlalu jauh, membukakan pintu untuknya. Itu karena rasa penasaranku, sejak di telepon tadi. Kenapa dia begitu sangat ingin bertemu denganku.
Tepat pukul 15.39, bel rumahku berbunyi. Aku yakin itu adalah dia. Aku segera ke depan untuk membukakan pintu.
“Duaaar!” balon meledak tepat di hadapanku.
Ha aaaaa!” aku kaget sambil menyebut namanya keras, seperti orang latah. “Uuuray!”
Met Milaaad, Tik!” ucapnya sambil mengulurkan kedua tangannya, tinggi mengarah ke depanku, tepat sejajar daguku. Ada kue berukuran kecil bulat berdiameter kurang lebih 10 cm, dan tingginya 3 cm di atas kedua tangannya, di atasnya bertuliskan angka 13 dengan glasur berwana merah, di atas margarin tumpah di atas kue kecil itu, usiaku di tahun ini. Dia mengucapkan selamat ulang tahun padaku.
Aku tidak menyangka, dia bisa tahu dan ingat hari ulang tahunku. Padahal, aku sendiri lupa hari ulang tahunku. Bahkan, ayah dan ibuku, semua orang terdekatku, belum ada yang mengucapkan hal sama dengan yang  dilakukan Uray padaku sore ini. Aku juga tidak pernah mendapatkan kejutan sekaget dan semembahagiakan saat ini.
Ayahku sibuk dengan saham-sahamnya yang membuat dia lupa padaku. Ibuku semakin gila harta dengan arisan ibu-ibunya, yang membuatnya merasa akan semakin banyak meneguk keuntungan dari berjualan barang-barang kebutuhan para ibu-ibu.
Mereka tidak pernah memperhatikanku selayaknya, orang tua kepada anaknya.
Aku sangat senang, aku segera mempersilahkannya masuk. Kami merayakannya hanya berdua saja di rumah. Tetapi, aku merasakan menjadi anak yang paling bahagia hari ini, karena mendapatkan kejutan dari teman yang tidak aku duga-duga sebelumnya.
Aku memberikan sebuah jilbab kesayanganku, hadiah dari guru SD ku dahulu, sebagai ucapan sahabat dan terima kasihku padanya. Dia sangat senang berjilbab, sejak pertama aku mengenalnya di kegiatan MOS(Masa Orientasi Siswa) angkatan kami kemarin. Aku tidak pernah melihatnya membuka jilbab yang selalu menutup bagian kepalanya itu.
Dia demikian gembiranya, atas hadiah yang kuberikan, kuambilkan dari kamarku saat itu. Aku merasa mendapatkan sahabat baru yang memberikan kesan sangat berharga, yang tak kan pernah terlupakan, hingga kini aku sudah duduk di bangku kuliah sekalipun. Aku kembali mendapatkan cinta itu, yang pernah ada dalam anganku.
Sejak itu, aku semakin dekat, meskipun kami sudah berbeda kejuruan, berbeda perguruan, bahkan berbeda daerah. Aku sangat mengharapkan kejutan itu kembali darinya.

Hijriah Vs Masehi


Hijriah-Masehi, itu apa yach?
Oleh  : Wid Raihannah
Hijrah itu apa sich? And Masehi itu apa?
Nah! Maka dari itu, baca terus ampe selesai artikel nich, kalo antum pengen tahu, apa aja sich yang ada di dalam kedua kata itu. And kenapa hampir di setiap wilayah Indonesia selalu memeriahkan setiap kali tiba kedua momen itu. Bahkan, hampir di seluruh penjuru dunia sangat menanti-nantikan kehadiran momen yang hanya terjadi setiap tahun, sekali.
Let’s selami sedalam-dalamnya!?  Oce!
          Ternyata kata Hijriah itu berasal dari sebuah kata bahasa Arab yang artinya pindah, beralih, dan sebagainya. Yaitu sebuah kata yang merupakan sebuah peristiwa sejarah perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW, berpindahnya dari kota Mekkah ke Yastrib (sekarang disebut kota Madinah al-Munawwarah), dimana peristiwa tersebut disebut dengan peristiwa Hijrah Rasul untuk yang pertama kalinya. Menurut perkiraan tahun Gregorian, hijrah itu jatuh pada 15 Juli 622 Masehi. And peristiwa hijrahnya Nabi itu sangat besar artinya dalam sejarah perkembangan da’wah Islam. Karena setelah Nabi Muhammad dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, da’wah Islam mulai mencapai kejayaannya yang gemilang.
          Hijriyah ini merupakan nama penanggalan, tahunnya umat Islam. Yang diawali dengan bulan Muharram dan diakhiri dengan bulan Zulhijjah. Dan setiap kali tiba pada tanggal 1 Muharram, lembaga-lembaga besar ataupun pemimpin-pemimpin besar seperti gubernur, walikota, pesantren, remaja masjid, dan lainnya, pasti akan memeriahkan momen tersebut dengan mengadakan arak-arakan keliling rumah penduduk yang biasa disebut dengan Pawai Tarub bersama seluruh lapisan masyrakat, mulai dari kalangan anak-anak SD, SMP, SMA/MA/MK maupun masyarakat dari kalangan dewasa, mulai dari Majelis Ta’lim ibu –ibu maupun bapak-bapak, dan masih banyak lagi ormas-ormas Islam lainnya. Terkadang momen ini dimeriahkan di malam hari tanggal 1 Muharram dan terkadang juga di pagi harinya. And yang memeriahkan momen ini hanyalah umat Islam saja.
          Namun, di kalangan masyarakat desa yang masih awam akan momen itu. Mereka memperingatinya dengan membuat makanan seperti bubur nasi yang diisi dengan beraneka macam biji-bijian, kemudian mereka bagikan ke rumah-rumah tetangga terdekat. Tradisi ini lebih banyak terjadi di kalangan masyarakat suku Madura. Dari jauhan hari, mereka sudah mempersiapkan untuk menyambut bulan Muharram, tahun barunya umat Islam ini.
          And yang perlu kita tahu juga, ternyata awal perhitungan tahun Hijriyah ini mulai diberlakukannya pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Menurut kisahnya, hal ini terjadi disebabkan pada suatu hari Umar menerima sepucuk surat dari sahabatnya, Abu Musa Al-Asy’ari r.a. tanpa dibubuhi tanggal dan hari pengirimannya. Hal itu menyulitkan bagi Umar untuk menyeleksi surat yang mana terlebih dahulu harus diurusnya, sebab ia tidak menandai antara surat yang lama dan yang baru. Oleh sebab itu, Umar mengadakan musyawarah dengan orang yang terpandang dikala itu untuk membicarakan serta menyusun masalah tarikh Islam.
Kemudian sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama “Tahun Muhammad” atau “Tahun Umar”. Hal itu agar tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan pribadi mereka. Jadi gituch awal mula and rahasia kata Hijriah itu.
          Lah, gimana halnya dengan Masehi? Ada apa dengan Masehi? So, sekarang kita nyelam lagi yuxk? Msih byk mutiara2 yg belum kita ambil. Let’s go!
          Kaya’nya kita ndak perlu nyelam terlalu dalem dech, karena mutiara itu udach kelihatan. Ternyata, Masehi itu sama halnya dengan Hijriah. Bahwa itu adalah sebuah nama satuan tahun penanggalan yang digunakan di negeri kita bahkan di seluruh dunia. And kata itu berasal dari sebuah nama gelar Nabi Isa a.s., yang menurut kamuns bahsa Arab yaitu Al–Masih, atau menurut bahasa Ibrani yaitu Messiah. sehingga disebutlah pada peristiwa Nabi Isa itu sebagai penetapan tahun Masehi, yang berawal dari bulan Januari dan diakhiri dengan bulan Desember.
          And perayaan tiap tahun baru Masehi ini, juga tidak kalah meriahnya dengan tahun baru Islam atau tahun baru Hijriah. Yang membedakannya adalah, tahun baru Masehi ini selalu diramaikan oleh kalangan pemuda/I saja. Dimana mereka mengadakan sebuah acara besar-besaran dengan alat penghidup suasananya petasan atau kembang api. Dan alat itu akan mulai dinyalakan setelah tiba harinya 1 Januari tepatnya pukul 00.00, di sebuah tempat keramaian. Tidak hanya itu saja, bahkan terkadang ada pula yang memeriahkannya di kediaman masing-masing dengan peralatan musik seadanya dan mereka nyalakan setelah tiba waktunya pula. Beraneka cara para pemuda tersebut memeriahkannya.
          Yang menjadi pertanyaan, apakah kedua momen itu memang harus dimeriahkan seperti halnya di atas? Sebenarnya, hal itu tidak berarti apa-apa, jikalau hanya dimeriahkan dan kita tidak mengetahui makna yang tekandung di dalamnya. Tahun baru merupakan tahun dimana kita juga harus dengan hal-hal yang baru, dan meninggalkan hal yang lama. Seperti yang dikatakan seorang trainer hebat biasanya, bahawa: “Tahun Baru, Pribadi Baru”, bukan berarti semuanya harus baru. Di sini dimaksudkan hal-hal yang buruk harus kita tinggalkan, hal-hal yang rusak harus kita benahi, dan kita buka lembaran perjalanan hidup yang baru, yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
Oce! Sekarang kita sudah memasuki tahun baru itu, tahun baru Islam. Dan sebentar lagi kita juga akan memasuki tahun baru Masehi. Maka dari itu, kita bersama-sama mulai dari sekarang. Kita persiapkan visi dan misi besar hidup kita. Dan hal itu yang akan menuntun kita untuk mencapai tujuan hidup kita ridhallah, “Dunia Bahagia, Akhirat Syurga”. Amin!